Senin, 16 Maret 2009

Peradilan Internasional

10 Oktober tahun 1902, diadakan sidang pertama Mahkamah Internasional didirikan di kota Den Haag, Belanda. Mahkamah Internasional didirikan pada tahun 1899 atas proposal Tzar Nikola, kaisar kedua Rusia. Mahkamah ini merupakan salah satu lembaga peradilan internasional tertua dan berada di bawah PBB. Salah satu kewajiban terpenting Mahkamah Internasional Den Haag adalah menyelesaikan perselisihan negara-negara dunia dan mencegah terjadinya perang di antara mereka. Dalam Mahkamah Internasional Den Haag, terdapat 15 hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB tanpa mempertimbangkan kewarganegaraan mereka. Negara-negara dunia dapat menerima keputusan Mahkamah Internasional, secara penuh atau dengan syarat.

Angota tetap peradilan Internasional :
1. Amerika Serikat
2. Inggris
3. China
4. Rusia
5. Prancis

Kelima anggota tersebut adalah negara-negara yang boleh mempunyai senjata nuklir di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
Sepuluh anggota lainnya dipilih oleh Sidang Umum PBB untuk masa bakti 2 tahun yang dimulai 1 Januari, dengan lima dari mereka diganti setiap tahunnya.
Anggota dewan keamanan yang dipilih untuk saat ini adalah:
1.(1 Januari 2008 - 31 Desember 2009)
1.Burkina Faso
2.Kosta Rika
3.Kroasia
4.Libya (Afrika)
4.Vietnam
2.(1 Januari 2009 - 31 Desember 2010)
1.Austria
2.Jepang
3.Meksiko
4.Turki
5.Uganda











Tugas Peradilan Internasional :

I. Yuridiksi dari Mahkamah harus dibatasi hanya terhadap tindak pidana yang oleh keseluruhanmasyarakat international dianggap paling serius. Mahkamah memiliki yuridiksi dalam kaitannya dengan Statuta ini dalam hal kejahatan sebagai berikut:

a. Tindak Pidana Genocide (pembunuhanmassal);

b. Kejahatan terhadap kemanusiaan;

c. Kejahatan Perang;

d. Kejahatan agresi

II. Mahkamah harus menyelenggarakan yurisdiksi atas kejahatan agresi ketika ketentuan-ketentuan ini diadopsi dalam kaitannya dimana Mahkamah harus mengurus yurisdiksinya menyangkut kejahatan ini. Ketentuan seperti ini harus konsisten dengan ketentuan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa



III. Dalam Hal Pembunuhan Massal (Genocide)



Untuk kepentingan Statuta ini,"genocide" berarti beberapa perbuatan berikut ini yang dilakukandengan niat untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatuNegara, suku, ras atau kelompok keagamaan, seperti:

a. Membunuh Pesertakelompok

b. Menyebabkan lukabadan maupun mental Peserta kelompok

c. Dengan sengajamelukai kondisi kehidupan suatu kelompok, yang diperhitungkan, untuk merusaksecara fisik baik keseluruhan ataupun sebagian;

d. Melakukanupaya-upaya pemaksaan yang diniatkan untuk mencegah kelahiran anak dalamkelompok

e. Memindahkansecara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.






IV. Dalam Hal Kejahatan terhadap kemanusiaan


Untuk kepentingan Statuta ini,"kejahatan terhadap kemanusiaan" (crimes against humanity), berartibeberapa perbuatan di bawah ini jika dilakukan sebagai bagian dari sebuahpenyebarluasan atau penyerangan langsung yang ditujukan terhadap penduduk sipilsecara sistematis, dengan pengetahuan penyerangan:

a. Pembunuhan;

b. Pembasmian

c. Pembudakan

d. Deportasi atau pemindahan penduduksecara paksa

e. Pengurungan atau penghalangankemerdekaan fisik secara bengis yang melanggar aturan-aturan dasar hukuminternasional;

f. Penyiksaan

g. Pemerkosaan, perbudakan seksual,pelacuran secara paksa, kehamilan secara paksa, pemandulan secara paksa, atauberbagai bentuk kekerasan seksual lainnya;

h. Penindasan terhadap suatu kelompokyang dikenal atau terhadap suatu kolektivitas politik, ras, nasional, suku,kebudayaan, agama, gender, sebagaimana di jelaskan, atau dasar-dasar lainnya yang mana secara universal tidak diizinkan di bawah hokum internasional, dalam kaitannya dengan berbagai perbuatan menurut ini atas suatu kejahatan dalam wilayah hukum Mahkamah.

i. Penghilangan orang secara paksa

j. Kejahatan rasial (apartheid)

k. Perbuatan tidak manusiawi lainnyayang memiliki karakter yang sama yang secara internasional mengakibatkanpenderitaan yang besar, luka serius terhadap tubuh, atau terhadap mental , atau kesehatan fisik seseorang.

2. Untuk kepentingan ayat 1:

a. "Penyerangan . langsung yang ditujukan terhadap penduduk sipil " artinya suatu perbuatan yangmelibatkan berbagai banyak pihak sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1, terhadappenduduk sipil, yang dijalankan untuk atau dibantu oleh Negara atau kebijakanorganisasional untuk melakukan penyerangan sedemikian.

b. “Pembasmian” termasuk penganiayaanatau penyengsaraan yang disengaja terhadap kondisi hidup, inter aliapenghalangan untuk mendapatkan (akses) makanan dan obat-obatan, yang dilakukandengan perhitungan untuk merusak bagian dari populasi.

c. “Pembudakan” berarti melakukan sebagian atau seluruh kekuasaan/kekuatan yang mengikat kepada hak ataskepemilikin terhadap seseorang, termasuk pula pelaksanaan kekuasaan tersebutdalam upaya memperdagangkan seseorang, khususnya wanita dan anak-anak.

d. “Deportasi atau pemindahan penduduksecara paksa”, berarti pemindahan tempat secara paksa terhadap seseorang denganjalan pengusiran atau perbuatan paksa lainnya, dari suatu tempat dimanaseseorang diperbolehkan oleh hukum untuk tinggal, tanpa dasar-dasar yang diizinkanoleh hukum internasional.

e. “Penyiksaan” berarti penyengsaraanyang disengaja untuk menimbulkan penderitaan ataupun sakit yang amat sangat,baik terhadap fisik maupun mental, yang dilakukan terhadap seseorang yangberada dalam perlindungan atau yang sedang menjadi tertuduh; penyiksaan itutidak termasuk penderitaan atau sakit yang ditimbulkan dari suatu kejadianinsidentil atau merupakan suatu sanksi hukum.

f. “kehamilan secara paksa”, berarti pembatasan secara melawan hukum terhadap seorang wanita untuk hamil secarapaksa, dengan maksud untuk membuat komposisi etnis dari suatu populasi atau untuk melakukan pelanggaran hukum internasional lainnya. Definisi ini tidakdapat diartikan sebagai upaya mempengaruhi hukum nasional berkaitan dengankehamilan.

g. “Penindasan”, berartipenghalang-halangan secara keji terhadap hak-hak asasi yang bertentangan denganhukum internasional dengan alasan yang berkaitan dengan identitas suatukelompok atau golongan tersentu.

h. “Kejahatan apartheid” berartiperbuatan tidak manasiawi sebagaimana perbuatan-perbuatan yang sama denganyang dimaksud dalam ayat 1, yang dilakukan dalam rangka pelembagaan rezimpenindasan yang sistematis dan dominasi oleh sebuah kelompok ras ataukelompok-kelompok ras dan dilakukan dengan niat untuk melanggengkan rezimtersebut.

i. “Penghilangan orang secara paksa”,berati menangkap, menahan, menculik seseorang oleh atau dengan kewenangan,dalam rangka mendukung atau memenuhi keinginan Negara atau sebuah organisasipolitik, yang ditindak lanjuti dengan penolakan untuk mengakui adanya pelanggaran terhadap kemerdekaan tersebut, atau untuk menolak memberikaninformasi atas nasib maupun keadaan orang tersebut, dengan niat untuk menjauhkan mereka dari perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu.

3. Dalam Statuta ini, dipahami bahwaterminologi “gender” adalah untuk dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan,dalam konteks masyarakat. Kata “gender” tidak menunjukan arti selain yang telahdisebut diatas.
V. Dalam Hal Kejahatan Perang


1. Mahkamah harus memiliki yurisdiksi (kewenangan) dalam hal kejahatan-kejahatanperang khususnya jika kejahatan tersebut dilakukan sebagai bagian dari rencanaatau kebijakan atau bagian dari skala besar perintah untuk melakukan kejahatantersebut.

2. Dalam Statuta ini, “kejahatanperang”, berarti:

(a) Merujuk kepada Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, bahwa perbuatanmelawan hak seseorang atau kepemilikan seseorang berikut ini dilindungidibawah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi Jenewa, yaitu:

(i) pembunuhan sengaja;

(ii) penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan-percobaanbiologi;

(iii) Perbuatan yang dikendaki untuk menimbulkan penderitaan yang dalam, atau lukabadan maupun kesehatan yang serius;

(iv) Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang, tidakberdasarkan keperluan militer dan dilakukan secara melawan hukum danserampangan;

(v) Pemaksaanterhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi lainnya untuk melayani dalamancaman kekuasaan musuh;

(vi) Upaya untuk menghalang-halangi yang dilakukan dengan sengaja terhadap tawananperang atau orang yang dilindungi yang mana mereka memiliki hak untukmendapatkan Mahkamah secara adil dan sewajarnya;

(vii)Deportasi secara melawan hukum atau pemindahan atau penahanan secara melawanhukum;

(viii)Penyanderaan

(b)Pelanggaran hukum yang serius lainnya dan kebiasaan yang dilakukan dalamkonflik bersenjata international, dalam kerangka kerja hukum internasional,disebutkan dibawah ini:

(i) Dengan sengaja melakukan penyerangan terhadap penduduk sipil sebagaimana atauterhadap individu sipil yang tidak secara langsung terlibat dalam pertempuran;

(ii) Dengan sengaja melakukan penyerangan terhadap sasaran sipil, yang mana bukanmerupakan sasaran-sasaran militer;

(iii) Dengan sengaja melakukan penyerangan terhadap personel, instalasi-instalasi,bangunan, unit-unit atau kendaraan yang terlibat dalam asistensi humaniter danmisi penjagaan perdamaian sesuai piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagaimana mereka berhak untuk melindungi sipil atau obyek-obyek sipil dibawah hukuminternasional mengenai konflik bersenjata;

(iv) Dengan sengaja melancarkan sebuah serangan yang diketahui bahwa serangansedemikian akan menimbulkan korban jiwa secara atau cedera terhadap penduduksipil, atau kerusakan terhadap tempat-tempat sipil, atau penyebarluasan,kerusakan berat jangka panjang terhadap lingkungan alam yang secara tegasmelampaui batas dalam kaitannya dengan upaya antisipasi keuntungan-keuntunganmiliter;

(v) Penyerangan atau pembombardiran kota,desa-desa, tempat tinggal, gedung yang tidak dilindungi dan bukan sasaranmiliter;

(vi) Membunuh atau melukai kombatan yang, sudah mengangkat tangan, atau sudah tidaklagi melakukan perlawanan, sudah menyerah;

(vii)Melakukan penggunaan secara tidak semestinya terhadap bendera, bendera gencatansenjata, tanda-tandi atau seragam militer musuh atau PerserikatanBangsa-Bangsa, juga tanda-tanda yang berbeda sesuai dengan konvensi Jenewa,yang mengakibatkan kematian atau luka berat;

(viii)Pemindahan, langsung maupun tidak langsung, oleh Kekuasaan Pendudukan(Occupying Power) terhadap sebagian penduduk sipil si Kekuasaan Pendudukan itusendiri kedalam wilayah yang diduduki, atau deportasi maupun pemindahan seluruhpenduduk yang tinggal didaerah yang diduduki keluar daerah mereka;

(ix)Secara sengaja melakukan penyerangan terhadap bangunan-bangunan yangdiperuntukan untuk ibadah atau agama, pendidikan, kesenian, ilmu pengetahuan,atau kepentingan-kepentingan derma, bangunan bersejarah, rumah sakit, dantempat dimana orang-orang yang sakit dan terluka dikumpulkan, yang mana merekabukan untuk keperluan militer;

(x) Mempengaruhi orang yang dalam kekuasaan pihak lawan untuk pengudungan(mutilation) fisik, atau untuk pengobatan, atau untuk percobaan keilmuan apapunyang tidak dengan dalih medis, pengobatan gigi, atau pengobatan rumah sakitterhadap seseorang, yang dilakukan diluar kepentingan orang tersebut, danmenyebabkan kematian atau bahaya serius terhadap kesehatan orang itu;

(xi) Membunuh, atau melukai individu dari Negara musuh yang atau tentara yangbermusuhan;

(xii) Menyatakan bahwa tidak ada tempat tinggal yang akan diberikan.

(xiii)Menghancurkan dan menyita barang milik musuh kecuali pengrusakan ataupenyitaan tersebut terpaksa dilakukan karena kepentingan atau keperluan perang;

(xiv) Menyatakan penghapusan, penangguhan atau tidak dapat diterima dalam suatuMahkamah hak-hak dan tindakan warga Negara dari pihak yang bermusuhan;

(xv) Memaksa penduduk pihak lawan untuk ambil bagian dalam operasi perang yangditujukan untuk melawan Negaranya sendiri, bahkan jika mereka bertugas dalamperang sebelum permulaan perang.

(xvi) Merampas sebuah rumah, atau tempat, bahkan ketika sedang diserang

(xvii) Menggunaan racun atau senjata beracun.

(xviii)Penggunaan asphyxiating, gas beracun atau gas-gas lainnya, dan semua cairanseperti hal itu, bahan-bahan, atau peralatan-peralatan.

(xix)Menggunakan peluru yang dengan mudah masuk dan hancur dalam tubuh manusia, sepertipeluru dengan selubung keras yang tidak seluruhnya menutupi ujung peluru atauujung peluru tersebut ditoreh.

(xx) Menggunakan senjata, proyektil, atau bahan dan metode–metode peperangan yangpada dasarnya dapat menyebabkan penderitaan atau sakit yang tidak perlu, atausecara inheren dan tidak sistematis, dalam pelanggaran hukum internasionalmengenai konflik bersenjata, yang mana senjata, proyektil peluru, danbahan-bahan, dan metode tersebut merupakan sesuatu yang secara komprehensifdilarang dan termasuk dalam lampiran Statuta ini, oleh suatu amandemenberkaitan dengan pasal-pasal ketentuan yang diatur dalam pasal 121 dan 123.

(xxi) Melakukan penghinaan terhadap martabat seseorang, khususnya penghinaan danperlakuan yang merendahkan; atau

(xxii)Melakukan pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaankehamilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, ayat ke 2 (f), pemaksaankemandulan, atau bentuk-bentuk perbuatan pelanggaran seksual lainnya, yangjuga diatur dalam Konvensi Jenewa;

(xxiii) Menggunakan penduduk sipil atau orang yang dilindungi untuk membuat agar suatuarea militer atau pasukan militer terlindung dari operasi militer;

(xxiv)Secara sengaja melakukan serangan terhadap bangunan, bahan-bahan, unit-unitobat-obatan dan alat transportasi obat-obatan, dan personelnya yang sedangmenggunakan tanda pembeda sesuai konvensi Jenewa, sesuai dengan hukuminternasional;

(xxv)Dengan sengaja memanfaatkan keadaan kelaparan yang dialami sipil sebagaimetode peperangan, dengan membuat mereka sulit untuk mendapatkan kebutuhan yangdibutuhkan mereka dalam upaya bertahan hidup (survival), termasuk menghambatsuplai kebutuhan-kebutuhan tersebut sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa;

(xxvi)Mempekerjakan atau melibatkan anak-anak dibawah umur lima belas tahun kedalam tentara nasional atau menggunakanmereka untuk ikut serta secara aktif dalam pertempuran.

(c)dalam hal konflik bersenjata yang terjadi tidak bersifat internasional,pelanggaran serius terhadap pasal 3 sampai dengan pasal 4 Konvensi Jenewa 12Agustus 1949, dimana disebutkan, beberapa perbuatan sebagai berikut yangdilakukan terhadap orang-orang yang ikut serta secara aktif dalam pertempuran,termasuk didalamnya Peserta tentara yang telah meletakkan senjatanya, dan mundur dari pertempuran karena sakit, terluka, dan dihukum atau sebab-sebablainnya :

(i) Kekerasan terhadap jiwa dan orang, khususnya segala jenis pembunuhan ,perusakan, perlakuan yang kejam, dan penyiksaan;

(ii) Melakukan penghinaan Terhadap martabat seseorang, khususnya penghinaan dan perlakuan yang merendahkan;

(iii) Menyandera;

(iv)Melaksanakan hukuman dan melaksanakan eksekusi tanpa keputusan sebelumnya yangdisebutkan oleh Mahkamah (a regularly constitute court), menanggung seluruh jaminanhukum yang secara umum dikenal sebagai suatu keharusan.

(d)Ayat 2 (c) ditujukan untuk konflik bersenjata bukan untuk suatu karakterinternasional dan oleh karena itu tidak berlaku untuk situasi gangguan dantekanan internal, seperti kerusuhan, isolasi dan penyebaran tindakan kekerasanatau tindakan-tindakan lain yang sama sifatnya.

(e)Pelanggaran hukum serius lainnya dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalamkonflik bersenjata bukan dari karakter internasional, dalam kerangka hukum internasional, yang telah ada , yaitu tindakan-tindakan berikut ini:

(i) Secara sengaja melancarkan serangan melawan penduduk sipil misalnya ataumelawan individu sipil tidak mengambil bagian langsung dalam bagian peperangan;

(ii) Secara sengaja melancarkan serangan terhadap bangunan, material, unit-unit dantransportasi kesehatan, dan penggunaan pribadi dari lambang Konvensi Jenewayang selaras dengan hukum imternasional;

(iii) Secara sengaja melancarkan serangan terhadap orang, instalasi, material, unit-unitatau kendaraan yang terkait dengan kegiatan kemanusiaan atau misi perdamaianberdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, selama mereka berhak atasperlindungan yang diberikan kepada penduduk sipil atau obyek penduduk sipil dibawah hukum internasional dari konflik bersenjata;

(iv) Secara sengaja melancarkan serangan terhadap tempat ibadah, pendidikan,kesenian, ilmu pengetahuan atau tujuan amal, monumen bersejarah, rumah sakitdan tempat-tempat di mana orang-orang sakit dan terluka dikumpulkan, disediakanbukan untuk tujuan militer;

(v) Penjarahan suatu Kota atau tempat, bahkan saat dikuasaidengan penyerangan;

(vi) Melakukan pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran/prostitusi, kehamilansecara paksa, seperti yang disebutkan pada pasal 7, ayat 2 9f), pemandulansecara paksa, dan bentuk kekerasan seksual lainnya juga melakukan kekerasanserius dari pasal 3 umum bagi empat Konvensi Jenewa;

(vii) Melakukan tindakan wajib militer atau mendaftar anak-anak di bawah umur 15tahun ke dalam angkatan atau pasukan bersenjata atau mempergunakan mereka untukberpastisipasi aktif dalam peperangan/pertempuran;

(viii) Memerintahkan pemindahan lokasi penduduk sipil untuk alasan-alasan yangberkaitan dengan konflik, kecuali keamanan dari penduduk sipil mengikutsertakanatau mengharuskan alasan-alasan militer sangat dibutuhkan

(ix) Membunuh atau melukaitentara lawan secara berbahaya/curang ;

(x) Menyatakan bahwa tidak akanada wilayah yang diberikan;

(xi) Mempengaruhi orang yang dalam kekuasaan pihak lawan untuk sasaran pemotonganPeserta tubuh secara fisik, atau untuk pengobatan, atau untuk percobaankeilmuan apapun yang tidak dengan dalih medis, pengobatan gigi, atau pengobatanrumah sakit terhadap seseorang, yang dilakukan diluar kepentingan orangtersebut, dan menyebabkan kematian terhadap atau bahaya serius terhadapkesehatan orang itu.

(xii) Menghancurkan atau merampas milik pihak lawan kecuali tindakan-tindakantersebut di minta secara imperatif karena kebutuhan dari konflik tersebut;

(f) Ayat 2 (e) berlaku terhadap konflik bersenjata yang tidak bersifatinternasional dan tidak berlaku dalam hal kerusuhan atau kekacauan internal,seperti kerusuhan, perbuatan kekerasan pengisoliran dan sporadis yang terjadidalam wilayah suatu Negara ketika terjadi konflik bersenjata berkepanjangan antara pemerintah yang berwenang dengan kelompok bersenjata yang terorganisiratau antara kelompok-kelompok tersebut.

Masa Jabatan Peradilan Internasional

Negara-negara tetap Peradilan Internasional mempunyai hak VETO atau hak tetap dalam Peradilan Internasional. Sedangkan Negara-negara anggota mempunyai masa jabatan selama 5 tahun. Setelah itu diganti dengan Negara anggota lain dalam kesepakatan Sidang PBB.

Kamis, 27 November 2008

Sejarah Perkembangan Mikroprocessor (The History of Microprocessor)

Setiap komputer yang kita gunakan didalamnya pasti terdapat mikroprosesor. Mikroprosesor, dikenal juga dengan sebutan Central Processing Unit (CPU) artinya unit pengolahan pusat. CPU adalah pusat dari proses perhitungan dan pengolahan data yang terbuat dari sebuah lempengan yang disebut “chip”. Chip sering disebut juga dengan “Integrated Circuit (IC)”, bentuknya kecil, terbuat dari lempengan silikon dan bisa terdiri dari 10 juta transistor.

Tak terasa perkembangan mikroprocessor begitu cepat, dan saat ini harganya pun semakin terjangkau. Tapi apakah anda tau, seberapa cepatnya perkembangan mikroprocessor sejak pertama kali ditemukan?.

Mikroprosesor pertama adalah intel 4004 yang dikenalkan tahun 1971, tetapi kegunaan mikroprosesor ini masih sangat terbatas, hanya dapat digunakan untuk operasi penambahan dan pengurangan. Mikroprosesor pertama yang digunakan untuk komputer di rumah adalah intel 8080, merupakan komputer 8 bit dalam satu chip yang diperkenalkan pada tahun 1974. Tahun 1979 diperkenalkan mikroprosesor baru yaitu 8088.

Mikroprosesor 8088 mengalami perkembangan menjadi 80286, berkembang lagi menjadi 80486, kemudian menjadi Pentium, dari Pentium I sampai dengan sekarang, Pentium IV. Untuk lebih lengkapnya, bisa melihat gambar dan tabel di bawah ini :

Nama Prosesor Tahun Keluar Jumlah Transistor Micron Clock speed Data width MIPS
8080 1974 6000 6 2 MHz 8 0,64
8088 1979 29.000 3 5 MHz 16 bits, 8 bit bus 0,33
80286 1982 134.000 1,5 6 MHz 16 bits 1
80386 1985 275.000 1,5 16 MHz 32 bits 5
80486 1989 1.200.000 1 25 MHz 32 bits 20
Pentium 1993 3.100.000 0,8 60 MHz 32 bits, 64 bit 100
Pentium II 1997 7.500.000 0,35 233 MHz 32 bits, 64 bit bus 400
Pentium III 1999 9.500.000 0,25 450 MHz 32 bits, 64 bit bus 1.000

Keterangan Tabel :

Transistor berbentuk seperti tabung yang sangat kecil, terdapat pada Chip.
Micron adalah ukuran dalam Micron (10 pangkat -6), merupakan kabel terkecil dalam Chip
Clock Speed = kecepatan maksimal sebuah prosesor
Data width = lebar dari Arithmatic Logic Unit (ALU) / Unit pengelola aritmatika, untuk proses pengurangan, pembagian, perkalian dan sebagainya.
MIPS = Millions of Instructions Per Second / Jutaan perintah per detik.


1971: 4004 Microprocessor
Pada tahun 1971 munculah microprocessor pertama Intel , microprocessor 4004 ini digunakan pada mesin kalkulator Busicom. Dengan penemuan ini maka terbukalah jalan untuk memasukkan kecerdasan buatan pada benda mati.

1972: 8008 Microprocessor
Pada tahun 1972 munculah microprocessor 8008 yang berkekuatan 2 kali lipat dari pendahulunya yaitu 4004.

1974: 8080 Microprocessor
Menjadi otak dari sebuah komputer yang bernama Altair, pada saat itu terjual sekitar sepuluh ribu dalam 1 bulan

1978: 8086-8088 Microprocessor
Sebuah penjualan penting dalam divisi komputer terjadi pada produk untuk komputer pribadi buatan IBM yang memakai prosesor 8088 yang berhasil mendongkrak nama intel.

1982: 286 Microprocessor
Intel 286 atau yang lebih dikenal dengan nama 80286 adalah sebuah processor yang pertama kali dapat mengenali dan menggunakan software yang digunakan untuk processor sebelumnya.

1985: Intel386™ Microprocessor
Intel 386 adalah sebuah prosesor yang memiliki 275.000 transistor yang tertanam diprosessor tersebut yang jika dibandingkan dengan 4004 memiliki 100 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan 4004

1989: Intel486™ DX CPU Microprocessor
Processor yang pertama kali memudahkan berbagai aplikasi yang tadinya harus mengetikkan command-command menjadi hanya sebuah klik saja, dan mempunyai fungsi komplek matematika sehingga memperkecil beban kerja pada processor.

1993: Intel® Pentium® Processor
Processor generasi baru yang mampu menangani berbagai jenis data seperti suara, bunyi, tulisan tangan, dan foto.




1995: Intel® Pentium® Pro Processor
Processor yang dirancang untuk digunakan pada aplikasi server dan workstation, yang dibuat untuk memproses data secara cepat, processor ini mempunyai 5,5 jt transistor yang tertanam.

1997: Intel® Pentium® II Processor
Processor Pentium II merupakan processor yang menggabungkan Intel MMX yang dirancang secara khusus untuk mengolah data video, audio, dan grafik secara efisien. Terdapat 7.5 juta transistor terintegrasi di dalamnya sehingga dengan processor ini pengguna PC dapat mengolah berbagai data dan menggunakan internet dengan lebih baik.

1998: Intel® Pentium II Xeon® Processor
Processor yang dibuat untuk kebutuhan pada aplikasi server. Intel saat itu ingin memenuhi strateginya yang ingin memberikan sebuah processor unik untuk sebuah pasar tertentu.

1999: Intel® Celeron® Processor
Processor Intel Celeron merupakan processor yang dikeluarkan sebagai processor yang ditujukan untuk pengguna yang tidak terlalu membutuhkan kinerja processor yang lebih cepat bagi pengguna yang ingin membangun sebuah system computer dengan budget (harga) yang tidak terlalu besar. Processor Intel Celeron ini memiliki bentuk dan formfactor yang sama dengan processor Intel jenis Pentium, tetapi hanya dengan instruksi-instruksi yang lebih sedikit, L2 cache-nya lebih kecil, kecepatan (clock speed) yang lebih lambat, dan harga yang lebih murah daripada processor Intel jenis Pentium. Dengan keluarnya processor Celeron ini maka Intel kembali memberikan sebuah processor untuk sebuah pasaran tertentu.

1999: Intel® Pentium® III Processor
Processor Pentium III merupakan processor yang diberi tambahan 70 instruksi baru yang secara dramatis memperkaya kemampuan pencitraan tingkat tinggi, tiga dimensi, audio streaming, dan aplikasi-aplikasi video serta pengenalan suara.

1999: Intel® Pentium® III Xeon® Processor
Intel kembali merambah pasaran server dan workstation dengan mengeluarkan seri Xeon tetapi jenis Pentium III yang mempunyai 70 perintah SIMD. Keunggulan processor ini adalah ia dapat mempercepat pengolahan informasi dari system bus ke processor , yang juga mendongkrak performa secara signifikan. Processor ini juga dirancang untuk dipadukan dengan processor lain yang sejenis.

2000: Intel® Pentium® 4 Processor
Processor Pentium IV merupakan produk Intel yang kecepatan prosesnya mampu menembus kecepatan hingga 3.06 GHz. Pertama kali keluar processor ini berkecepatan 1.5GHz dengan formafactor pin 423, setelah itu intel merubah formfactor processor Intel Pentium 4 menjadi pin 478 yang dimulai dari processor Intel Pentium 4 berkecepatan 1.3 GHz sampai yang terbaru yang saat ini mampu menembus kecepatannya hingga 3.4 GHz.
2001: Intel® Xeon® Processor
Processor Intel Pentium 4 Xeon merupakan processor Intel Pentium 4 yang ditujukan khusus untuk berperan sebagai computer server. Processor ini memiliki jumlah pin lebih banyak dari processor Intel Pentium 4 serta dengan memory L2 cache yang lebih besar pula.

2001: Intel® Itanium® Processor
Itanium adalah processor pertama berbasis 64 bit yang ditujukan bagi pemakain pada server dan workstation serta pemakai tertentu. Processor ini sudah dibuat dengan struktur yang benar-benar berbeda dari sebelumnya yang didasarkan pada desain dan teknologi Intel’s Explicitly Parallel Instruction Computing ( EPIC ).

2002: Intel® Itanium® 2 Processor
Itanium 2 adalah generasi kedua dari keluarga Itanium

2003: Intel® Pentium® M Processor
Chipset 855, dan Intel® PRO/WIRELESS 2100 adalah komponen dari Intel® Centrino™. Intel Centrino dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar akan keberadaan sebuah komputer yang mudah dibawa kemana-mana.

2004: Intel Pentium M 735/745/755 processors
Dilengkapi dengan chipset 855 dengan fitur baru 2Mb L2 Cache 400MHz system bus dan kecocokan dengan soket processor dengan seri-seri Pentium M sebelumnya.

2004: Intel E7520/E7320 Chipsets
7320/7520 dapat digunakan untuk dual processor dengan konfigurasi 800MHz FSB, DDR2 400 memory, and PCI Express peripheral interfaces.

2005: Intel Pentium 4 Extreme Edition 3.73GHz
Sebuah processor yang ditujukan untuk pasar pengguna komputer yang menginginkan sesuatu yang lebih dari komputernya, processor ini menggunakan konfigurasi 3.73GHz frequency, 1.066GHz FSB, EM64T, 2MB L2 cache, dan HyperThreading.

2005: Intel Pentium D 820/830/840
Processor berbasis 64 bit dan disebut dual core karena menggunakan 2 buah inti, dengan konfigurasi 1MB L2 cache pada tiap core, 800MHz FSB, dan bisa beroperasi pada frekuensi 2.8GHz, 3.0GHz, dan 3.2GHz. Pada processor jenis ini juga disertakan dukungan HyperThreading.

2006: Intel Core 2 Quad Q6600
Processor untuk type desktop dan digunakan pada orang yang ingin kekuatan lebih dari komputer yang ia miliki memiliki 2 buah core dengan konfigurasi 2.4GHz dengan 8MB L2 cache (sampai dengan 4MB yang dapat diakses tiap core ), 1.06GHz Front-side bus, dan thermal design power ( TDP )

2006: Intel Quad-core Xeon X3210/X3220
Processor yang digunakan untuk tipe server dan memiliki 2 buah core dengan masing-masing memiliki konfigurasi 2.13 dan 2.4GHz, berturut-turut , dengan 8MB L2 cache ( dapat mencapai 4MB yang diakses untuk tiap core ), 1.06GHz Front-side bus, dan thermal design power (TDP).









Sumber : www.intel.com
Pancasila dan pembentukan moral
Generasi muda




OLEH :

ARY FERNANDO (081012078)





DOSEN :

1. MISWARDI, S.H, M.Hum
2. GUSRIL BASYIR, S.H, M.Hum






MATA KULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA







PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER
SEKOLAH TINGGI TEKNIK PAYAKUMBUH


NOVEMBER 2008
PENDAHULUAN


Pancasila, Masih Adakah?

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”.

Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia.

Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan bukan hal yang gampang, karena berasal dari tingkah laku dan hati nurani.

Pancasila--yang dirumuskan 1 juni 1945--oleh Soekarno dan disepakati menjadi ideologi dan cita hukum bangsa Indonesia, hari-hari ini dalam kondisi kesepian. Ia seperti ditinggalkan di panti, jarang ditengok dan megap-megap. Mungkin, kita sebagai bangsa, lebih tertarik menggunakan kemeja dan jas orang lain, bisa itu neo liberal-kapitalistik, sosialisme atau sedikit agak komunis dan sebagainya. Tapi, kalau Pancasila? Muram.
Padahal, Pancasila merupakan common platform atau istilah Cak Nurcholis, kalimatun sawa, titik temu pelbagai kepentingan dari bangsa ini yang plural. Pancasila juga menjadi cita hukum di mana kalau mengikuti pendapat A Hamid S Attamimi, ia bisa menjadi bintang pemandu (leittern) bagi tegaknya hukum di tanah air. Sebab, Pancasila merupakan guiding principle dan kaidah evaluasi dan kritik baik bagi pembentukan hukum maupun penegakan hukum.

Mungkin, kita harus kembali mengingat sila-sila Pancasila. Merefleksikan dan mempraktikan dalam perkembangan bangsa ini. Untuk itu, setback ke jati diri merupakan keniscayaan. Sebab, bangsa yang abai pada ideologinya sendiri hanya akan menjadi "santapan' bangsa lain di dunia. Ia kehilangan identitas, seperti kehilangan KTP. Bisa sesat dibelantara globalisasi.

Bagaimana mempraktikan lagi falsafah Pancasila. Pertama, kita harus berwawasan terbuka, berfikir global dan bertindak lokal. Kedua, merenungi semua prilaku dan praktik bernegara apakah bersenyawa dengan Pancasilan. Ketiga, membangun iptek dan perekonomian dengan dasar Pancasila sehingga tercipta semangat kesejahteraan bersama dan keutuhan bangsa.
Mungkin, pelbagai statement di atas terasa klise. Tapi, tidak ada jalan lain untuk menuju perubahan lebih baik.

LATAR BELAKANG

Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat. Malcolm Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya. Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah yang akan menguasai.

Dalam rangka pembangunan untuk meningkatkan daya saing, diperlukan suatu bentuk moral yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup timur yang termahsyur dengan sopan santun dan keramahtamahannya. Hal yang semacam inilah yang perlu dimiliki generasi muda. Tetapi dalam kenyataannya sebagian generasi muda juga telah kehilangan moral.
.

Generasi muda adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of change yang dimaksud adalah para generasi muda.

Moralitas generasi muda merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja, melainkan secara umum.

Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul pertanyaan, apa sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral, bagaimanakah kondisi kemerosotan moral generasi muda di Indonesia saat ini, dan bagaimana cara memperbaiki dan menjaga moral generasi muda?


TUJUAN

Generasi muda sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi. Oleh karena itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya moral, tahu kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral.





ISI

1. PENGERTIAN NILAI, NORMA dan MORAL

Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral. Penulis akan coba membahas pengertian tiap-tiapnya, dan hubungan antaranya.

a. Pengertian

Nilai : Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri
Norma : Aturan tingkah laku yang ideal
Moral : Integritas dan martabat pribadi manusia
Sedangkan etika sendiri memiliki makna suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.

b. Hubungan nilai, norma dan moral

Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antarnya dapat diringkas sebagai berikut :
1. Nilai
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin).
- Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayatiolehmanusia;
- Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan batiniah manusia
- Nilai dapat bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
2. Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia. Norma hokum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hokum
3.Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika
4.Makna mora lyang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
5.Moral dan etika sangat erat hubungannya. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:
1.) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2.) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius



2. PEMBENTUKAN MORAL GENERASI MUDA

Kelompok orang yang sudah mulai alergi terhadap Pancasila, sering mengira bahwa penghambat kemajuan bangsa ini adalah Pancasila. Pendapat itu merupakan pendapat yang sangat keliru, karena tidak disertai pemahaman yang menyeluruh tentang makna serta hakikat Pancasila.

Pancasila itu ibarat pisau emas yang bermata berlian. Ditinjau dari bahannya, pisau itu terbuat dari logam mulia serta batu yang sangat mulia. Dan pisau emas bermata berlian itu sangat tajam. Kemuliaan dan ketajamannya dapat digunakan untuk apa saja oleh siapa saja. Pisau itu dapat digunakan untuk memasak, untuk berkarya membuat ukiran patung yang indah, untuk mencari air dan mata pencaharian demi kesejahteraan dan ketenteraman, tetapi dapat pula untuk menodong, bahkan membunuh. Pisau itu pun dapat dibuang, digadaikan, atau dijual bagi orang yang tidak mengerti nilai (value). Permasalahannya sangat bergantung pada manusia pemakainya.

Seekor monyet, jika disuruh memilih antara pisang atau pisau emas yang bermata berlian tadi, pasti akan memilih pisang. Lain halnya dengan manusia yang memang menyadari akan harkat dan martabat kemanusiaannya. Manusia seperti ini pasti akan memilih pisau emas yang bermata intan itu, karena sadar akan nilai yang terkandung di dalamnya. Kalau toh pisau emas bermata berlian tadi berada di tangan monyet, paling digunakan untuk mencuri pisang dengan segala keserakahannya, setelah itu dibuang.

Pancasila yang luhur itu selama ini berada di bumi pertiwi sering sekali mengalami nasib bagaikan mahkota emas bertatahkan intan, berlian dan permata mulia tetapi dipakai oleh babi-babi yang tidak berbudaya, atau monyet yang tak mengerti nilai.

Manusia yang tak tahu nilai, ibarat makhluk yang sudah kehilangan sifat insani kemanusiaannya ( lir jalma kang wus koncatan sipat kamanungsane ).





Kandungan Pancasila yang merupakan ikhtisar dari Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya memiliki kesesuaian dengan fitrah Ilahiyah yang termuat di dalam ajaran kitab suci Al-Qur’an. Nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila, walaupun tidak tertulis dalam bentuk rumusan, sangat sesuai dengan nilai-nilai keluhuran budi pekerti yang dimiliki, dijunjung tinggi, serta diamalkan sebagai landasan hidup oleh bangsa-bangsa maju yang berperadaban tinggi di dunia. Dengan demikian Pancasila ini merupakan ideologi yang bersifat universal. Di dalam Pancasila terkandung pula nilai-nilai sosialis religius, bahkan lebih sempurna. Tetapi sayang, nilai-nilai luhur itu nampaknya belum pernah termunculkan dalam kehidupan sehari hari, bahkan sering ditafsirmiring atau diselewengkan oleh oknum-oknum pemimpin, sehingga banyak orang yang meributkan atau mempermasalahkan/ mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam, Pancasila dianggap kurang baik jika dibandingkan dengan faham Sosialis Religius, dan sebagainya.

Pandangan-pandangan negatif terhadap Pancasila itu muncul barangkali karena prasangka bahwa Pancasila itu adalah identik dengan Sukarnoisme ( sosialisasi Pancasila ), atau Soehartoisme ( liberalisasi Pancasila ) seperti yang tercantum dalam materi Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila. Pancasila adalah Pancasila.

Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk :
1. Perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian,
2. Transmisi cultural,
3. Integrasi social,
4. Inovasi, dan
5. Pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja ( Bachtiar Rifai).

Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain :
1. Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti :
1memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia
2. Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar.
3. Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).


Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.

Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti :
1. Meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar.
2. Meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri.
3. Berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang,
4. Meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis,
5. Munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian,
6. Berbahsa tidak sopan,
7. Merosotnya etika kerja,
8. Meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara,
9. Timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri,
10.Timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )

Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakan sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.


KESIMPULAN

Sungguh bangga rasanya memiliki sebuah kebudayaan yang sangat tak ternilai harganya dan memiliki arti yang sangat besar. Pancasila sebagai dasar negara telah berhasil membentuk jati diri bangsa ini. Akan tetapi sanggupkah kita untuk tetap mempertahankannya dan melestarikannya keanak cucu kita ??

Sebagai generasi muda bangsa ini, penulis mengajak segenap pembaca untuk mau mengenali pancasila terlebih memahami bahwa pancasila sebagai suatu sistem etika bangsa ini.























PENUTUP


Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun masa depankelak.

Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.

Solusi tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka berkarya untuk masyarakat.

Minggu, 02 November 2008

http://www.scribd.com/doc/2058429/Ayo-Belajar-Fisika

Sabtu, 30 Agustus 2008

Tuhan...

Tuhan.....
Tak sanggup ku menjalani kegetiran hidup yang terbentang di hadapanku....
Tertatih ku menjalaninya dengan semua luka dihatiku....
Inginku berlari, tapi luka di hati ini tak sanggup membuatku tuk berdiri......